Selain
rabies dan leptospirosis, banyak lagi penyakit hewan yang bisa menjangkiti
manusia. Jadi, masih perlukah memelihara hewan buat anak?
Banyak
jenis hewan peliharaan untuk anak yang bisa dipelihara di rumah. Kucing dan
anjing cuma salah dua di antaranya. Masih ada lagi iguana, ular, monyet,
kelinci, tupai, tikus, ikan, berbagai jenis burung, sampai hewan yang rada
seram seperti anak macan.
Tapi,
amankah hewan-hewan peliharaan ini untuk si kecil maupun anggota keluarga
lainnya? "Selama hewan itu dipelihara dengan baik dan benar oleh pemiliknya,
aman-aman saja," ungkap Drh. Yeye Seri Danti. "Tapi tentu saja,
kesehatan hewan peliharaan itu juga mesti diketahui lebih dulu."
Dokter
hewan lulusan UGM ini mengingatkan, ada beberapa penyakit dari hewan peliharaan
yang bisa menular pada pemiliknya. Entah melalui kontak fisik dengan hewan,
dengan tempat makan, tempat feses, kandang, atau melalui perantara seperti
udara dan air.
Sumber
Bakteri & Parasit
Masih
segar dalam ingatan kita, tiga tahun lalu sewaktu wabah banjir melanda Jakarta.
Wabah penyakit leptospirosis menyerang manusia dan hewan-hewan peliharaan,
bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Penyakit akibat bakteri Leptospira yang
dibawa tikus ini punya mekanisme penularan yang sangat mudah, yakni melalui
urine tikus. Penyakit ini tak hanya menyebar ke manusia, namun juga anjing dan
kucing. "Urine tikus yang mencemari tempat makan hewan itulah yang
menularkan penyakit ini pada binatang peliharaan kita," ujar Yeye.
Lesu,
lemah, tidak nafsu makan, muntah-muntah, adalah gejala yang bisa kita lihat
bila anjing atau kucing mengidap penyakit tersebut. "Bila infeksi
berlanjut, bakteri leptospira akan menyerang livernya sehingga selaput lendir
anjing akan berwarna kuning," ungkap Yeye. "Akibatnya, tubuh hewan
akan berwarna kuning." Yang perlu diwaspadai, si
kecil juga bisa terjangkit penyakit ini. Luka yang terbuka, bila bersentuhan
dengan selaput lendir hewan yang sudah terjangkit penyakit ini bisa menjadi
jalan masuknya bakteri ke tubuh anak. Begitu juga melalui gigitan. "Gejala
yang mudah diamati pada anak biasanya flu yang berkepanjangan. Segera bawa ke
dokter anak supaya dites darahnya, apakah ada infeksi bakteri ini atau
tidak."
Selain
bakteri, parasit juga mudah hinggap pada hewan peliharaan kita. Ektoparasit
merupakan parasit yang biasa menyerang tubuh bagian luar hewan peliharaan,
sehingga menimbulkan scabies (kudis) pada kucing atau demodex pada anjing.
Dengan bersentuhan langsung dengan kucing atau anjing yang terkena parasit ini,
parasit ini dengan mudah juga hinggap ke kulit anak.
Scabies
pada kucing mudah diamati, yakni melalui ujung telinganya, karena bagian ini
paling mudah diserang. "Scabies ini bisa disembuhkan dengan suntikan
ivermectin dengan dosis tertentu atau dengan salep scabicid atau scabimite,"
terang dokter hewan yang enerjik ini. "Ulangi lagi pengobatan ini setelah
2 minggu dari pengobatan pertama sampai kucing sembuh."
Sedangkan
demodex biasanya menyerang anjing. Parasit yang satu ini hidup di akar rambut,
sehingga bila anjing kita terus menggaruk-garuk badannya, bisa dipastikan ia
terserang parasit itu. "Penanganannya, mandikan anjing dengan shower yang
bertekanan tinggi (hydrobath). Akan lebih efektif lagi bila dipadu dengan
obat-obatan yang biasa kita sebut Amitras," ungkapnya. "Lakukan lagi
pengobatan ini setelah 1 minggu dari pengobatan pertama, sampai minimal 8 kali.
Kalau demodex-nya terbilang parah, dokter akan memberikan antibiotik
Lincosin."
Masih
ada lagi jenis endoparasit, yakni parasit yang menyerang hewan dari dalam tubuh,
misalnya cacing. Anjing maupun kucing yang telah terserang penyakit ini
biasanya lesu dan nafsu makannya berkurang. "Untuk mengurangi dan
menghilangkan parasit ini, gunakan obat cacing khusus untuk hewan," terang
dokter hewan yang telah bertugas di RS Hewan Jakarta sejak tahun 1993 ini.
"Sebaiknya setiap 2 bulan sekali obat cacing diberikan, selama 6
bulan."
Hati-hati
Lalapan!
Lalapan,
telur dan daging setengah matang, bagi sebagian orang adalah makanan favorit.
Namun makanan tersebut juga sangat berisiko dihinggapi parasit toksoplasma dan
menyebabkan toksoplasmosis, bila penanganannya tidak benar. "Parasit ini
sebenarnya berasal dari feses kucing yang mengandung ookista. Tetapi makhluk
bersel satu ini akan berkembang biak dengan sempurna bila bersentuhan dengan
tanah. Sebaliknya bila kotoran itu langsung terkena air yang mengalir seperti
selokan, tidak akan menimbulkan dampak apa-apa," jelas Yeye.
Feses
kucing yang kering dengan mudah terbawa angin, sehingga bersentuhan dengan
banyak benda, termasuk rerumputan dan sayuran. Anjing, ayam, kambing, atau
hewan ternak lainnya, bila mengonsumsi rumput yang telah terkontaminasi parasit
ini dengan sendirinya tubuh atau daging mereka mengandung parasit ini. Jika
daging hewan yang mengandung parasit ini cuma dimasak
setengah matang, parasit ini akan dengan nyaman hinggap dan hidup di dalam
tubuh kita. Sayuran segar untuk lalapan, bila tidak dicuci dengan air bersih
yang mengalir, juga berisiko menyumbangkan parasit ini.
Bagi
wanita hamil, parasit ini bisa menjadi biang keladi terjadinya keguguran.
Karenanya, wanita hamil sebaiknya tidak berhubungan langsung dengan hewan
peliharaan, sebelum hewan peliharaan bebas dari segala macam penyakit.
Sedangkan pada anak, parasit toksoplasma yang hidup di dalam tubuh, sedikit
banyak akan mengganggu proses metabolisme. Flu, kejang atau pegal-pegal pada
otot, biasanya gejala awal yang dirasakan penderita, 4-5 hari setelah
terinfeksi parasit ini. Bila ini diabaikan, akan timbul gejala lain yang lebih
gawat lagi, yakni meningitis. "Tes darah khusus untuk parasit toksoplasma,
merupakan cara tepat untuk memastikan apakah penyakit yang sedang diderita anak
disebabkan oleh parasit toksoplasma atau bukan," tegas Yeye. "Jadi
kuncinya, memelihara hewan peliharaan boleh-boleh saja, tapi menjaga kesehatan
mereka juga mutlak dilakukan."
Bleki,
Puspus, Ayo Vaksinasi Dulu!
Anjing
dan kucing pun perlu divaksinasi, layaknya manusia. Bahkan jenis vaksinasinya
hampir sama banyak!
Anjing
1.
Di usia 2 bulan, beri vaksinasi parvovirus, distemper, adenovirus (hepatitis),
dan leptospira parainfluenza
2.
Tiga bulan kemudian, ulangi vaksinasi di atas
3.
Empat bulan kemudian, beri vaksinasi rabies (boleh diberikan saat usia anjing
lebih dari 3 bulan). Bisa juga vaksinasi ulang parvo, distemper, hepatitis, dan
leptospira
4.
Ulangi semua vaksinasi setahun kemudian, lalu setiap 3 tahun.
Kucing
1.
Di usia 2 bulan, beri vaksinasi klamidia, rhinotracheitis, calicivirus,
panleukopenia. Ketiga vaksinasi terakhir untuk mencegah virus yang menyerang
saluran pencernaan. Tapi vaksinasi ini bukan untuk kucing yang bunting atau
berusia kurang dari 1 bulan
2.
Setelah 3 bulan, ulangi lagi vaksinasi di atas
3.
Empat bulan kemudian, beri vaksinasi rabies. Bisa juga vaksinasi ulang
rhinotracheitis, calicivirus, panleukopenia dan klamidia
4. Ulangi semua vaksinasi setahun
kemudian, lalu setiap 3 tahun.
Feses
Burung Bisa Bermasalah
Burung
tak cuma menyebabkan flu burung, seperti yang baru-baru ini kembali melanda
Vietnam dan Hongkong. Jamur Criptococcus neoformans yang tumbuh di feses burung
pun bisa menjadi penyebab gangguan pernafasan dan batuk kronis pada manusia. Kontak
langsung dengan burung juga berisiko bila burung itu telah mengidap jamur
cripto.
Sayangnya,
pengobatannya belum ada. Yang bisa dilakukan ya, rajin membersihkan kandang
burung. Jangan biarkan kotoran burung menumpuk di kandang.
Haa..chiii!!
(Akibat Si Gugug?)
Hidung
si kecil meler terus, sementara matanya berair? Bisa jadi dia kena alergi
akibat serpihan kulit atau bulu si gugug atau si meong. Sekitar 6-15%
masyarakat diperkirakan rentan alergi hewan peliharaan. Apalagi jika
kecenderungan alergi memang sudah ada pada keluarga. Anak pengidap asma lebih
rentan lagi kena alergi ini, dan bisa membuat asma makin parah.
Jalan
satu-satunya ya, jaga kebersihan dan kesehatan hewan, sehingga tidak jadi
'produsen' serpihan ini. Hindari terlalu sering kontak dengan hewan. Ceklah
sensitivitas si kecil terhadap alergi dengan membawanya ke klinik alergi.
Jangan
Mencium, Jangan Mau Dijilati!
Mau
aman dari penyakit akibat hewan peliharaan? Yuk, simak petunjuk Centers for
Disease Control and Prevention ini:
Selalu
basuh tangan dengan air dan sabun setelah bermain atau memegang hewan
peliharaan, apalagi kalau hendak makan atau memegang makanan
Perhatikan
makanan dan minuman hewan. Beri hanya makanan khusus hewan atau yang dimasak
matang betul. Jangan beri makanan mentah atau setengah matang. Jangan biarkan
hewan minum dari lubang toilet, mengorek-ngorek sampah, atau mencari kotoran
hewan lain
Jangan
memegang hewan yang tengah kena diare. Jika diare si pus atau si gugug lebih
dari 2 hari, bawa ke dokter hewan
Jangan
membawa ke rumah hewan yang tengah sakit. Jika membawa hewan dari pet shop atau
pembiakan hewan, periksa kondisi dan sanitasi tempat tersebut
Jangan
menyentuh atau hewan yang telantar karena kita bisa dicakar atau digigit. Hewan
ini juga bisa membawa banyak bibit penyakit
Jangan
pernah menyentuh feses hewan apapun! Jika sedang sakit atau
hamil, minta orang lain membersihkan kandang atau tempat kotoran hewan. Jika
harus membersihkan sendiri, kenakan sarung tangan plastik atau karet dan segera
basuh tangan dengan air dan sabun
Potong
kuku kucing agar tidak mencakar kita. Jika kena cakar atau digigit, segera
basuh dengan air dan sabun dan segera ke dokter hewan
Jangan
biarkan si meong atau si gugug menjilati mulut atau luka di badan kita
Jangan
mencium hewan peliharaan!
Bersihkan
kutu, lalat dan serangga lain dari hewan peliharaan
Hindari
memelihara hewan langka atau liar seperti monyet, musang, anak singa, kucing
liar, kelelawar, atau tupai
Hindari
reptil seperti ular, biawak, iguana, atau kura-kura. Jika menyentuh reptil
apapun segera basuh tangan dengan air dan sabun
Jika mengunjungi rumah teman atau
saudara yang memelihara hewan, lakukan tindakan pencegahan yang sama.
No comments:
Post a Comment