Awal
April. Sakura masih tersisa diantara dahan, bertahan dari hijau dedaunan yang
perlahan menggantikan. Pada bulan ini lah, untuk yang pertama kali Rafly
menginjakkan kaki di Jepang.
Masih teringat lambaian kerabat, mengiring kepergian di bandara Soekarno Hatta. Rafly dan Eko, memenangkan beasiswa setelah berjuang mengatasi para saingan.
Masih teringat lambaian kerabat, mengiring kepergian di bandara Soekarno Hatta. Rafly dan Eko, memenangkan beasiswa setelah berjuang mengatasi para saingan.
Pesawat
itu terbang menjauhi daratan. Angan mereka membesar, meninggalkan Indonesia
yang mengecil. Indonesia kini dapat dilihat dari kaca jendela. Tersenyum Eko di
samping Rafly, penuh kemenangan. Kontras dengan saat ujian seleksi beasiswa.
Tiada lagi tasbih yang melingkar ditangan, komat-kamit doa dengan raut
berkerut.
***
"
Raf, liat pramugari Jepang itu. Dari tadi senyum-senyum. Cantik ya. Bisa nggak
ya gua kenalan?" Sergah Eko. "Tanya aja sendiri....," jawab
Rafly dingin. "Raf...tega sama temen. Lo kan bisa bahasa Jepang....,"
rajuk Eko memelas. "Udah ah, malu-maluin aja. Kalau sudah sampai juga
banyak kok perempuan Jepang. Ntar gw kenalin," jawab Rafly sekenanya.
"Eh Raf, lo ikut turlap (turun lapangan) waktu penelitian pemilu nggak. Gw turlap sama Prof. Riswan. Sialan tuh, pas ada keributan doi malah cabut ke Jakarta. Gw yang suruh nyelesein tugasnya," curhat Eko. "Oh...penelitian di daerah Tapal Kuda ya, sayang gw nggak ikut. Padahal pengen ikut cuman... waktu itu ada apa ya..... ah gw lupa," jawab Rafly mencoba mengingat-ingat. "Wah kalau lo ikut seru tuh. Informan kita juga sampai ketakutan, dikejar-kejar massa yang salah faham.....," lanjut Eko.
“Raf, hati-hati lho kalau kerja bareng Prof. Riswan. Lo tahu kan Prof. Ismail yang berkaca mata tebal itu. Waktu itu katanya mereka turlap di Kalimantan. Pas nginep di hotel, Prof. Riswan datang ke kamar Prof. Ismail, nih aku tunjukkin rekaman kerusuhan di Sampit kemaren. Pas diputar nggak tahunya film porno!” Hahahahaha, tawa Eko. “Pertama sih, Prof. Ismail nggak sadar, pas sadar langsung marah-marah.... Tapi tahu sendiri Prof. Ismail kan agak gagap. "Ku...ku...kurang ajar kau Poyo," Prof. Ismail marah. Eh, Prof. Riswan malah cekikikan,” Hahahaha Eko kembali tertawa.
Rafly tersenyum, sejurus kemudian ia menimpali ,“Tahu nggak kenapa Prof. Puspoyo, dipanggil dengan Prof. Riswan?” Eko hanya menggelengkan kepala. “Selain nafsu bercandanya yang luar biasa, mungkin hanya Prof. Puspoyo lah yang mau menjadi ketua RT seumur hidup. Meski sangat sibuk, masih saja meluangkan waktu untuk tetangga,” papar Rafly. Eko Nampak melongo.
"Eh Raf, lo ikut turlap (turun lapangan) waktu penelitian pemilu nggak. Gw turlap sama Prof. Riswan. Sialan tuh, pas ada keributan doi malah cabut ke Jakarta. Gw yang suruh nyelesein tugasnya," curhat Eko. "Oh...penelitian di daerah Tapal Kuda ya, sayang gw nggak ikut. Padahal pengen ikut cuman... waktu itu ada apa ya..... ah gw lupa," jawab Rafly mencoba mengingat-ingat. "Wah kalau lo ikut seru tuh. Informan kita juga sampai ketakutan, dikejar-kejar massa yang salah faham.....," lanjut Eko.
“Raf, hati-hati lho kalau kerja bareng Prof. Riswan. Lo tahu kan Prof. Ismail yang berkaca mata tebal itu. Waktu itu katanya mereka turlap di Kalimantan. Pas nginep di hotel, Prof. Riswan datang ke kamar Prof. Ismail, nih aku tunjukkin rekaman kerusuhan di Sampit kemaren. Pas diputar nggak tahunya film porno!” Hahahahaha, tawa Eko. “Pertama sih, Prof. Ismail nggak sadar, pas sadar langsung marah-marah.... Tapi tahu sendiri Prof. Ismail kan agak gagap. "Ku...ku...kurang ajar kau Poyo," Prof. Ismail marah. Eh, Prof. Riswan malah cekikikan,” Hahahaha Eko kembali tertawa.
Rafly tersenyum, sejurus kemudian ia menimpali ,“Tahu nggak kenapa Prof. Puspoyo, dipanggil dengan Prof. Riswan?” Eko hanya menggelengkan kepala. “Selain nafsu bercandanya yang luar biasa, mungkin hanya Prof. Puspoyo lah yang mau menjadi ketua RT seumur hidup. Meski sangat sibuk, masih saja meluangkan waktu untuk tetangga,” papar Rafly. Eko Nampak melongo.
***
Awan-awan
yang terlihat dari bumi bagai kumpulan kapas, berubah bak karang besar nan terjal.
Beberapa kali pesawat "drug" , bergetar membentur awan. Pesawat
melaju sangat kencang, 800 km/jam. Padahal dulu Rafly sering mengejeknya. Berlari-lari mencoba menyaingi
bayangan putih yang terbang tinggi. Kaki-kaki kecil itu sangat bangga, mampu
mengalahkan pesawat di udara.
Jepang terlihat membesar. Petak-petak sawah bagai hamparan ribuan karpet hijau yang terpotong-potong dengan ukuran yang sama. Jepang memang membatasi kepemilikan sawah. Semakin mendekat ke kota, semakin tampak pabrik-pabrik lebih banyak dari perumahan. Orang-orang lebih memilih tinggal di apartement atau mansion (apartemen besar) dari pada membangun rumah sendiri. Limousine bus menjemput mereka setiba di bandara Narita、mengantar mereka ke TIC (Tokyo International Centre).
Jepang terlihat membesar. Petak-petak sawah bagai hamparan ribuan karpet hijau yang terpotong-potong dengan ukuran yang sama. Jepang memang membatasi kepemilikan sawah. Semakin mendekat ke kota, semakin tampak pabrik-pabrik lebih banyak dari perumahan. Orang-orang lebih memilih tinggal di apartement atau mansion (apartemen besar) dari pada membangun rumah sendiri. Limousine bus menjemput mereka setiba di bandara Narita、mengantar mereka ke TIC (Tokyo International Centre).
***
“Irrassyaimase.....(selamat
datang), welcome in Japan,” seru petugas. Lagi-lagi petugas perempuan. Membuat
mata Eko berbinar-binar. “My name is Miki Ando. I am your monitoring officer.
We will hold monitoring at least once time per three months to evaluate your
progress. Yoroshiku onegai itashimasu,”
Sapanya sambil membungkuk. “My name is Rafly Subiakto, from Indonesia.
Yoroshiku onegai itasimasu,” sapa Rafly
sambil mengulurkan tangan bersalaman. Tak ketinggalan, Ekopun ikut mengulurkan
tangan. “Iam Eko. Eko Rajadimejo. Nice to meet you,” sapa Eko. Miki tersipu
malu kala Eko terus memandangnya. “Rajadimejo is your family name?” Tanya miki dengan mimik ingin tahu. “No,
no.....we don’t have a family name. You can call me Eko or Raja. Eko Rajadimejo
means the first king of party. Hahahaaha....,”
kelakar Eko. Pelan Miki menggelengkan kepala tanda tak mengerti. “Raf,
lo terjemahin pake bahasa Jepang dong.....,” rajuk Eko. “Iie, jyoudan desu,
kini sinaide (bercanda, jangan terlalu difikirkan),” terang Rafly. Miki tersenyum
kecil mendengar penjelasan Rafly.
***
TIC,
hotel sekaligus yang dipakai oleh JICA (Japan International Cooperation Agency)
melakukan kegiatan. JICA, lembaga bantuan Jepang untuk masalah pendidikan dan
proyek-proyek pembangunan di Negara berkembang. Jepang membangun berbagai
lembaga kerjasama guna menopang politik luar negeri ODA (Official Development
Assistance).
Rafly merasakan dirinya sebagai i houjin (orang asing). Tidak ada makan siang gratis. Jepang pasti sudah menghitung semuanya. Semua biaya yang dikeluarkan pasti akan berbuah keuntungan. Ya, setiap Negara, pasti memiliki strategi apa yang terbaik bagi bangsanya.
Rafly merasakan dirinya sebagai i houjin (orang asing). Tidak ada makan siang gratis. Jepang pasti sudah menghitung semuanya. Semua biaya yang dikeluarkan pasti akan berbuah keuntungan. Ya, setiap Negara, pasti memiliki strategi apa yang terbaik bagi bangsanya.
No comments:
Post a Comment