Sunday 10 January 2016

Titanic Part II

Sesampai di rumah. Fariz nampak on line, hanya beberapa menit sebelumnya. “Assalamu`alaikum…. sayangku,  beberapa saat lalu. Tiba-tiba awan menghitam, ombak datang. Suasana benar-benar mencekam, meski sebenarnya hari masih siang. Kami semua di landa kepanikan. Persis seperti di film Titanic dulu. Kami berdoa sebisanya.”
 Seolah terhenti sejenak jantung Fitri. “Sayangku, apakah engkau baik-baik ?” Tanya nya dengan perasaan tak menentu. Titanic memang film favorit mereka. Namun film itu pula seolah-olah menghantui pernikahan mereka. Sebuah percintaan yang berakhir tragis. Fitri menangis.
 “Tiba-tiba ada anak laki-laki kecil kurang lebih berusia 4 tahun. Ia sangat nakal namun lucu. Menari dan menyanyi, tanpa menghiraukan bahaya yang sedang mengancam. Tingkah laku anak bule itu membuat kami tak bisa menahan tawa. Hampir satu jam anak itu menghibur kami,” kata Fariz.
 “Sayangku, tapi engkau tidak apa-apa kan?” Tanya Fitri, jari jemarinya seolah berat untuk menekan keyboard.  Air matanya terus mengalir. Dadanya semakin berdetak kencang.
 “Kasihku, alhamdulilah semuanya dapat kami lewati. Langit kembali cerah. Pemandangan sangat indah. Ingin aku membawamu ke sini. Namun, anak laki-laki itu harus rela menerima cubitan orang tuanya. Ternyata ia lari dari kamar saat keadaan genting. Ia kini tertidur setelah tadi menangis,” ucap Fariz.
 Lega Rasanya hati Fitri. Ia membayangkan, mungkin kenakalan anak laki-laki itu mirip dengan yang ia temui tadi. Bisa jadi anak kecil itu, ujian Tuhan yang sengaja diberikan kepadanya. Andai ia tidak menolongnya, bisa jadi Tuhan tidak akan menyelamatkan suaminya.
Namun semuanya, dugaan yang tak mungkin diceritakan. Fitri hanya merasakan semuanya seolah menjadi ringan saat anak laki-laki itu sangat gembira bisa membeli baju lebaran.
***********

“Kasihku, sedang chatting ya?” Tanya Fariz. “Ngga, habis nangis,” jawab Fitri. “Hahaha….memikirkanku ya ? Kasihku, dua hari lagi aku akan tiba di Jakarta. Tolong booking di Hotel. Aku ingin menikmati Jakarta, tanpa berisik suaramu yang sedang memasak, mencuci atau……Kasihku kamu pasti merindukanku ya…..,” Terus Fariz mengeluarkan kata-kata rayuan.
 “Sayangku, maaf aku melakukan semuanya karena untuk diriku. Aku sama sekali tidak menghawatirkan keselamatanmu. Kepulanganmu hanya akan membuat rumah ini seperti kapal pecah. Maaf sekarangpun aku harus berbenah  untuk besok……,”Ucap Fitri sinis.
   “Sayangku, kok marah ?” Tanya Fariz. Fitri tersenyum, menghapus air matanya. Diciumnya foto Fariz, suaminya yang sangat setia dan bertanggung jawab, namun menyebalkan. “Fit……lagi chatting ya?” Tanya Fariz ketika chattingnya tidak terbalas. Fitri tetap tidak membalas. “Ok lah Fit….nanti disambung lagi  ya. Jangan lupa booking hotel ya, dinner nya favourite  kita tuh ……,” Kata Fariz. Sejurus kemudian menghilang.  
 Fitri hanya tersenyum melihatnya. Ada perasaan puas mempermainkan perasaan suaminya, setelah ia khawatirkan sebelumnya. Namun perasaan takut itu tak pernah hilang. Fariz selalu menghiburnya,” Kasihku, Titanic hanyalah film. Tidak riil. Percayalah, aku hanya menakutkan kala cintamu berpaling dariku.” Lagi-lagi rayuan Fariz yang menyebalkan, namun sangat Fitri harapkan.
 Sayup takbir mengumandang dari televisi. Kumandangnya tak lagi meresahkan namun merindukan. Awan hitam telah menghilang. Kini saatnya menyongsong masa depan nan penuh harapan.


No comments:

Post a Comment