Sunday 10 January 2016

Hakikat Cinta Yang Hilang

Kemarin, 30 januari 2007 hari ulang tahun Naomi.  Andaikan ia masih hidup, Naomi akan menjadi ibu cantik yang berusia 52 tahun. Sudah 22 tahun lamanya, Mr. Matsumoto dan Harumi selalu merayakan hari ulang tahun Naomi, meski tanpa kehadiran Naomi sendiri. Kali ini untuk yang pertama, Rafly ikut merayakan bersamanya.
Rumah besar itu tampak menua, sama seperti  tuannya. Meski setiap hari dibersihkan Imelda, perempuan Fillipina setengah baya, masih saja bangunan itu terasa rapuh bagai tubuh tanpa jiwa. Hati tanpa cinta.
Tersenyum foto Naomi, cantik seperti dulu. Teduh tatapan itu tak tergantikan. Perasaan berdosa terasa, saat Mr. Matsumoto mencoba menduakan statusnya. Berkali-kali  mencoba memutus kesetiaan berkali pula berbalas kehampaan. Sampai akhirnya perasaan cinta ia campakkan. Tiada lagi pengganti Naomi di dalam hati.
                                                                  ***

Mereka bertiga, berkumpul mengitari meja makan. Mr. Matsumoto, sang raksasa itu duduk berhadapan dengan Rafly yang bersampingan dengan Harumi. "Papa, mama ga sugoku kawaii desune (Mama sangat cantik ya?)," kata Harumi. Wajah Mr. Matsumoto memerah. "Harumi-chan to onaji da (Sama seperti Harumi). Rafly san, Harumi yoroshiku (titip Harumi),"balas Mr. Matsumoto. "Zehi Harumi wo siawase ni sasetai desu (dengan senang hati akan saya bahagiakan Harumi)," jawab Rafly.
"Haji memasyouka (mari kita mulai)," kata Mr. Matsumoto. Perlahan Harumi menuangkan Nihon Syuu (sake) ke gelas kosong Naomi, ke gelas kosong Mr. Matsumoto. Kemudian dituangkannya teh ke gelas Rafly dan gelas untuk dirinya. Sejurus kemudian, Takeshi mengangkat gelas itu tinggi-tinggi seraya berkata," Siawase ni naru youni (untuk kebahagiaan), kanpaii...." Ketiganya menempelkan gelas ke gelas Naomi. "Naomi, o tanjobi omedetou (selamat ulang tahun), " seru Mr. Matsumoto. "Mama, o tanjoubi omedetou," seru Harumi. "Oka san (ibu), otanjyoubi omedetou gozaimasu," ucap Rafly. Kini ketiganya mulai minum.
Ditiupnya lilin itu oleh Harumi. Cekatan tangan Harumi memotong kue ulang tahun. Membaginya menjadi empat. Ketiganya sangat bahagia. Bercakap tentang masa lalu. Bagaimana kerasnya Naomi mendidik Harumi. Bagaimana sabarnya Naomi mengurusi segala masalah keluarga. Cerita tentang Naomi membuka kembali tirai-tirai kerinduan. Kenangan lalu yang masih mungkin dirasakan, meski takkan mungkin terulang.
                                                                      *****

Harumi lahir dan dididik dalam keluarga Matsumoto, nama marga ayahnya. Di Jepang hanya kaisarlah yang tidak memiliki marga. Karena sang kaisar pemberi nama marga. Takeshi Matsumoto, ayah Harumi, lahir di Tokyo. Lelaki bertubuh tinggi besar dengan gurat wajah tegas dengan buku-buku tangan yang menghitam. Takeshi pemegang sabuk hitam karate. Ia juga ahli kendo. Orang-orang jahat akan berfikir dua kali bila coba berurusan dengannya. Naomi Matsumoto, ibu Harumi, sewaktu gadis bernama Naomi Hasegawa. Perempuan mungil asal Kyoto itu berparas sangat cantik. Kontras dengan Takeshi, semua laki-laki ingin mendekat mengambil hatinya. Entah mengapa, Naomi justru jatuh hati pada Takeshi. Harumi merasa dibesarkan dalam lingkungan yang aneh. Takeshi, sang raksasa tampan itu sangat sabar. Tidak pernah sedikitpun terlihat marah. Hidupnya datar. Aman rasanya disamping sang ayah. Sering terlihat mereka berdua. Kala sang ayah mengajari Harumi bermain kendo tanpa membuatnya tertekan. Sedangkan Naomi, sosok yang emosional. Perasaannya naik turun bagai gelombang. Tak bisa ditebak bak cuaca di atas pegunungan. Bibir mungil itu bisa mengeluarkan suara bising melengking. Tangan itu suka menampar, kaki itu gemar menendang. Bila bertengkar, Naomi suka memukul dan menyepak Takeshi. Kemudian menangis..... Tidak ada masalah yang besar dalam rumah tangga Matsumoto. Mungkin karena faktor keperempuanan membuat Naomi bersikap demikian. Ini baru disadari Harumi ketika ia dewasa dan merasakan hal yang sama. Anehnya, setelah pertengkaran, Mamanya selalu bersikap sangat baik. Makan malam dengan menu istimewa, Harumi dibelikan baju atau hadiah ini dan itu. Diam-diam Harumi selalu berharap kapan pertengkaran itu terjadi lagi.
                                                                    ****

Tahun 1970-an ekonomi Jepang mulai naik, nomor 2 setelah AS. Kehancuran akibat perang perlahan dilupakan. Ayah mendidik anaknya dengan lembut. Reformasi pendidikan pasca perang, mengubah pola fikir untuk rasional, mengabdi pada perusahaan. Kontras dengan mereka yang dilahirkan sebelum Zaman perang. Kesetiaan hanya untuk negara. Ayah, raja dalam rumah tangga. Ucapannya tak terbantahkan. Yang tidak berubah, hanyalah peranan perempuan di rumah. Meski hidup dalam ekonomi mencukupi, Naomi melakukan semua masalah rumah tangganya sendiri. Bangun lebih pagi, menyiapkan asagohan (sarapan), membuat bentou (nasi bekal), mengantarkan Harumi ke Youchien (playgroup) dengan berboncengan sepeda. Naomipun tidur lebih malam. Menunggu Takeshi pulang, kemudian makan bersama. "Harumi.....tsukatta omocya wo katazukenasai (mainan yang sudah dipakai harus dirapihkan), “Harumi.....dame (jangan), kitanai (kotor)...!" Racau Naomi ketika marah. Harumi kecil hanya menjawab ", hai (baik), gomenasai (maaf)." Tamparan pasti mendarat bila Harumi lupa mengatakan "gomenasai". Rumah, segalanya bagi Naomi. Mata itu akan tahu sehelai rambut yang terjatuh. Hidung itu mampu mencium bau asing meski disembunyikan. Kegemaran Takeshi meminum bir disertai tsurume (asinan cumi-cumi kering), selalu mendapatkan kritikan tajam. "Papa....kore wa nan desuka? (apa ini), soto de tabete itadakemasenka (tolong makan di luar)," sembur Naomi, ketika menemukan persembunyian tsurume di dalam tas Takeshi.

                                                               ****
Waktu itu, genap sehari setelah perayaan Naomi yang ke 30. Harumi masih 5 tahun. Naomi tidur, namun tidak lagi bangun. Dokter mengatakan ia meninggal karena penyakit jantung. Setelah sehari koma, kemudian pergi untuk selamanya. Selang infus dicabut ketika jantung itu tak lagi berdetak, sengal nafas tak bersisa. Menjelang dikremasi, Takeshi sempat berteriak- teriak "Matte.....(tunggu)....matte....Naomi.....!" Namun gelegar suaranya tak mampu mencegah jazad menjadi Abu. Di lain hari, Takeshi terlihat begitu frustasi. Kekar tangan itu mencengkram gelas pecah berkeping. Dinding bergetar, retak dan berlobang terkena pukulan. Sejurus kemudian, raksasa itu ambruk, meski tidak menerima suatu serangan. Menangis, meraung-raung didepan saidan (rumah kecil untuk menghornati mereka yang meninggal), sambil menatap iei (foto almarhumah) Naomi. "Naomi, dousite sakini ittana? (kenapa pergi mendahului....), Naomi ore ga kirai janaika? (benci saya ya). Naomi......gomenasaiiiiii (maaf.....)", rintih sang raksasa. Harumi kecil hanya bisa menangis. Melihat kejadian itu dari celah pintu. Air matanya mengalir, getar bibir itu mencoba berkata, "Papa........." Semenjak itu keluarga Matsumoto nyaris tinggal puing-puing. Tiada lagi suara tinggi melengking. Hanya sepi, sunyi, dingin..... Bunga rumah tangga itu telah tiada, meninggalkan layu bunga di halaman. Takeshi mencoba mempekerjakan pembantu, namun sudah pasti tak mampu menggantikan kehadiran seorang ibu. Takeshi memilih tidak kawin lagi, terus menyimpan cintanya pada Naomi yang tak pernah mati. Harumi sering memergoki sang Papa berbicara sendiri didepan ssaidan sambil minum bir kesukaannya. Seolah sang Mama masih hadir menemani.
                                                                  ****


Hangatnya sake menjalar, menutupi kesadaran Mr. Matsumoto. Dibawanya gelas sake dan kue untuk Naomi ke depan saidan, ditatapnya iei foto almarhumah. Dua mata saling beradu. Berdesir hati Mr. Matsumoto. "Naomi, tengoku ha dou desuka?  (bagaimana keadaan syurga). Itsuka ore mo kimi to saikai ka (suatu saat aku kan bertemu engkau kembali). Issyouni siawase (berdua bahagia)," gumam Mr. Matsumoto. Alkohol makin kuat mencemari darah, semakin menutup kesadaran. Mr. Matsumoto terlihat sangat emosional. Kadang tertawa bahagia, tiba-tiba menangis sedih. Tidak lagi dihiraukannya dunia sekitar. Jiwanya terbang mencoba mencari cinta yang hilang.
Harumi terpaku melihat keadaan Ayahnya. Betapa dalam cinta sang Ayah kepada Bundanya. Meski suara terdengar samar, gerak-gerik tubuh itu mengisyaratkan kesepian. Kerinduan yang tak akan pernah tersampaikan. Lain halnya dengan Rafly, matanya yang tak dapat lagi melihat, digantikan dengan pendengarannya yang semakin tajam. Semua yang Mr. Matsumoto ucapkan jelas terdengar. Suara-suara itu mewakili hati yang terguncang.
Tetes air mata Harumi bergulir tanpa terasa. Kehangatannya menjalar ke tangan Rafly. Dipeluknya sang istri yang ada disebelahnya. Coba menenangkan Harumi yang mulai terisak. Suara-suara kepedihan itu, terus mengiris batin Rafly. "Harumi.....nakanaide (jangan menangis)," ucap Rafly sambil membelai rambut Harumi. Bibir Rafly bergetar, meski tiada kata terucap,  puisi-puisi cinta terlantun dengan sendirinya.

Ya Rabbku,
Ya Tuhanku.

Dari cinta,
Semua insan tercipta.

Dunia yang tak sempurna,
Menjadi indah mempesona.

Kemudian,
Jiwa-jiwa tenang,
Terlarut,
Dalam tarian cinta.

Cinta dunia,
Mencintai manusia.

Perlahan,
Semuanya menjadi hampa,
Ketika yang dicinta pergi,
Tak mungkin kembali.

Jiwa-jiwa nan setia,
Terus gelisah,
Mengharap pertemuan,
Kan terulang,
Dengan dia yang hilang,
Dalam kefanaan.

Ya Rabbku,
Ya Tuhanku.

Ajarkan aku,
Dan istriku,
Hakikat cinta tertinggi.

Cintanya para sufi,
Pada Dia yang tak pernah mati.

Jiwa Rafly seakan menari-nari, berputar-putar memuja Tuhan. Bukankah salah manusia jika tenggelam pada kesedihan. Di kala manusia terlalu dalam mencintai dia yang dicipta. Manusia kan melupakan Dia yang mencipta. Bahwasanya manusia, makhluk-makhluk lemah, selalu berubah. Hanya Rabblah sang Pemberi kekuatan. Dan hanya Tuhanlah yang pantas dicintai sepenuh jiwa.

No comments:

Post a Comment