Sunday 10 January 2016

Pulau Kelapa Part III

Mentari pagi persinar cerah. Menyinari pulau kelapa dari setiap celah. Teriak camar terdengar samar. Ayam betina menggiring anak-anaknya mengais makanan. Riuh rendah suara induk-anak bersahutan. Ayam jago berkacak pinggang. Tajinya panjang dan tajam. Mengawasi setiap sudut, dari manakah datangnya ancaman.
"Rafly.....ooooi," Teriak Salim dari kejauhan. Rafly yang terpaku di halaman, menatap sahabatnya sehati meski baru bertemu sehari. Tampak Salim menenteng kacamata selam, tidak baru tapi masih berfungsi. Dipinggangnya terikat kantong dari jaring. "Raf, ikut nggak. Nanti siang tambak juragan mau dipanen," Seru Salim. Rafly berlari menghampiri. "Salim, Gesang bagaimana ?" Tanya Rafly. "O....Oh Geseng sih gampang. Dia pasti ikut apa kata Salim," sombong Salim. Rafly masuk kedalam berpamitan.
"Geeeesang......Ge....sang......,"  teriak keduanya didepan rumah Gesang. Gonggong anjing menjawab panggilan. "Ada apa Cel," jawab Gesang di hadapan. "Tambak juragan mau dipanen. Ok kan?" Kata Salim. Sipit mata Gesang membelalak melebar. Senyumnya menghiasi wajah. "Tunggu Cel, aku ambil serok dulu," izin Gesang. Tatapan anjing dari dalam pagar, menyiutkan nyali Rafly dan Salim. Salim menyeringai, membayangkan andai dirinya disambar taring itu.
"Ok Lim, persiapan mantap. Mari kita berangkat," kata Gesang. Kaki-kaki kecil bergerak menuju pantai. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Salim mempromosikan kehebatan kaca mata selamnya. Gesang manggut-manggut memegang serok. Rafly tidak tahu harus berbuat apa. Hanya dia yang tidak membawa apa-apa.
Hari menjelang siang. Induk ayam berkotek memanggil anak-anaknya . Di paruhnya terlihat cacing besar. Dipatuk kemudian dijatuhkan berulang-ulang. Anak-anak ayam mendekat memperhatikan. Bergerak mundur ketika cacing menggeliat mendekat. Cacing itu lebih besar dari paruh kecil yang mereka miliki.
Tampak
 Pak Haji sedang membetulkan jala, ditemani Bu Haji yang menyiapkan makanan kecil. "Assalamu`alaikum.....," teriak orang dari halaman. " Wa 'alaikumsalam..... ada apa Lastri ?" Kaget Bu Haji. Terlihat Lastri menggendong Danang ditemani Jarwo. Mata keduanya sembab. Dari balik selendang, tampak raut wajah Danang tanpa gairah. Segera Bu Haji mengajak keduanya masuk. Diiringi Pak Haji.
"Bu Haji.....Danang sakit. Panasnya tinggi bahkan sempat kejang-kejang......" papar Lastri. Tangisnya pecah. Jarwo terduduk merasa bersalah. Larut malam ia baru pulang. Seperti biasa, tanpa penghasilan. Bergegas Bu Haji merebut Danang dari gendongan Lastri. Keras Danang menangis. Dibawanya Danang ke kamar agar tidak terkena angin. Lastri mengikuti dari belakang. Danang dikompres dengan handuk kecil dibasahi air dingin. Segera Bu Haji menelfon puskesmas desa.
Jarwo hanya bisa menunduk. Sebenarnya ia segan ke rumah Pak Haji. "Wo.....kemarin kemana kamu pergi," tanya Pak Haji datar tapi menekan. "Wo....laki-laki disebut laki-laki kalau sudah bisa bertanggung jawab. Apa lagi kau sudah beranak," katanya lagi. Laki-laki berusia 21 tahun itu tetap membisu. Teduh wajah Pak Haji membuat naluri kebapakannya tersentuh. Dirinya mulai berfikir, apa jadinya nanti bila Danang mati, Lastri pergi. Sengal nafasnya tak beraturan. Perlahan air matanya menetes.
Dulu almarhum Haji Idris, ayahnya sangat memanjakan Jarwo, anak lelaki satu-satunya. Terlahir ketika almarhum Nyai Idris berusia senja. Kini Jarwo hidup sebatang kara. Kakak-kakaknya pindah ke kota mengikuti suami-suami mereka. Meninggalkan pulau kelapa.
"Wo, aku sangat senang bila kamu ikut melaut. Biar kamu bisa menjadi kepala keluarga yang sesungguhnya," terang Haji Sholeh. Tatap mata Jarwo menerawang keluar. Lambai nyiur seakan memanggilnya. Sedikit demi sedikit hatinya mulai terbuka. Betapa selama ini selalu ia coba terbang tinggi meninggalkan bumi. Mencampakkan pulau kelapa yang selalu menyayanginya. Mata itu kembali berkaca-kaca, teringat begitu besar cinta ayahnya pada pulau kelapa.
"Jarwo ini jaring. Terbuat dari benang-benang kecil yang dipilin. Jaring bisa menangkap ikan sebesar tubuhmu. Bahkan ikan besar sekali, yang sanggup menelanmu. Jarwo suatu saat nanti engkau pasti sendiri. Berbuat baiklah pada sesama agar engkau sanggup menyelesaikan sebesar apapun masalahmu," nasehat Haji Idris saat itu.
Jam dinding diam tak berdetak. Semilir angin menyejukkan hati. Jarwo mantap saat ini. Menapaki kembali jejak sang Bapak. Mengembangkan layar, menaburkan jaring dilautan. Hingga rindu pada daratan.
Di sekeliling tambak tampak anak-anak kecil berjejer menanti. Nung, Umi dan Yanti adik-adik Salim berbaur diantaranya. "Nung, mana Abu....?" Tanya Salim. "Di rumah sama Emak," jawab Nung, anak SD kelas 3. Buruh-buruh tambak naik ke darat.
Tanpa dikomando anak-anak mencebur ke tambak setelahnya. Salim, Rafly, dan Gesang bertelanjang dada, menanggalkan baju mereka di pepohonan. Salim sangat lincah, berenang sampai ke tengah. Gesang beraksi dengan seroknya. Rafly tak tahu berbuat apa. Tanggannya meraba-raba ke dalam lumpur di depannya. Rafly mengaduh, kepiting yang ditangkapnya, membalas mencapitnya.
Perburuan selesai kala matahari tepat di atas kepala. Sepuluh ekor mujair, lima ekor bandeng dikeluarkan dari kantong jaring Salim. Gesang mendapatkan dua ekor belanak dan tiga ekor mujair. Sementara Rafly...... Hanya mendapatkan seekor kepiting. Kepiting yang mencapitnya tadi.  "Ayo, kita bakar sama-sama....," ajak Salim. Rafly merasa bersalah. Pelan Rafly berkata, "Aku akan menyediakan nasi dan sayurnya."

Deru mobil terdengar menjelang sore. Sepasang suami-istri tampak turun darinya. "Assalamu'alaikum Mak.....," sapanya. "A.....kamu latifah. Ayo masuk nak Subiakto....Pak.....ada Latifah dan nak Subiakto," seru Bu Haji. "Maaf Bu, Rafly telah merepotkan, " kata Subiakto santun. Rafly, Salim dan Gesang segera datang dari halaman belakang. "Ayo Rafly. Kita pulang," ajak Ayahnya.
Temaram halaman rumah Haji Sholeh terlihat dari belakang kaca hitam. Gesang dan Salim tampak meloncat-loncat sambil melambaikan tangan. Gerak mimik mereka terlihat menyebut-nyebut namanya. Satu persatu pohon kelapa terlewati. Rumah Haji Soleh jauh tertinggal tak terlihat lagi.

No comments:

Post a Comment