Sunday 10 January 2016

Kisah Cerita El Matador Part III


Memang terdengar agak konyol. Bila Tuhan menciptakan manusia mengandung ferrum (besi) yang tersembunyi dalam metalprotein. Kemudian ferrum memengangkut oxygen dan electron dalam proses pembentukan energy.
Dan besi akan menjadi magnet, bila ia mengalami proses magnetisasi. Terkungkung dalam kondisi Curie temperature (770 derajat celcius). Manusiapun mengalami proses yang sama. Rasa cinta, bisa tumbuh saat dua insan berada dalam kondisi “Currie Temperature”.
********

Santa María la Real de La Almudena berdiri megah di madrid. Almudena Chatedral, mengakhiri penderitaan ratusan tahun Madrid sebagai ibu kota negara tanpa gereja. Semenjak ibu kota Spanyol dipindah dari Toledo tahun 1561. Pendirian gereja sudah sering dibicarakan, namun baru tahun 1993, semuanya bisa terealisasikan.  
Anna tampak berdoa di bawah patung Sang Maria. Patung Sang Maria menggendong sang Al Masih berwarna keemasan. Latar belakang mozaik cerita kelahiran Yesus, makin menenggelamkan kenangan pada suasana masa silam. Anna berdoa dengan tangannya dikatupkan. Pejam mata Anna hanya diterangi cahaya lilin temaram.
  Selesai berdoa, bergegas menuruni altar. Jantung Anna serasa terhenti. Munos berada tepat didepannya. Wajahnya dingin, acuh tak acuh. Begitu saja ia melewati Anna. Sejurus kemudian ia tampak khusyuk berdoa di depan patung sang Maria.  Diurungkan niatnya untuk meninggalkan gereja. Dibiarkan dirinya duduk sendiri dibelakang, bersama deretan bangku-bangku kosong.
 Munoz selesai berdoa. Tatapan matanya masih saja dingin. Dengan langkah tegap ia beranjak meninggalkan gereja. “Hola…..,me llamo Anna Smith,” coba Anna memperkenalkan nama. “Antonio Munoz….,” jawab Munoz sambil menjabat tangan Anna. Memerah wajah Anna menatap Munoz. Semuanya bagai mimpi yang tak bisa diceritakan.  Keduanya tampak bagai manusia-manusia mungil di antara besar dinding gereja.
 “De donde es usted ?” Tanya Munoz. “ Soy de Canada,”jawab Anna. Munoz tersenyum memperlihatkan putih giginya. “Lugar Encatador (tempat yang indah),” kata Munoz. Anna serasa terbang dipuji sedemikian rupa. Sesaat kemudian keduanya tampak akrab. Berjalan sambil berbincang ke luar gereja.
*********
  
Pertemuan di gereja, begitu membekas dalam hati keduanya. Di balik sikapnya yang garang, Munoz sosok yang sangat enak diajak berbicara. Dan sepertinya, Munozpun terpikat oleh kecantikan Anna. Rasa ketertarikan satu sama lain, meruntuhkan dinding penyekat. Semuanya mengalir wajar.  
Kehidupan Anna di Spanyol berubah seketika. Menjadi indah dan penuh warna. Hari-hari dilewati dengan penuh canda. Di samping Munoz seakan kehidupan terasa mudah dilaluinya. Hingga kini keduanya kerap bertemu dalam setiap waktu.
Kehidupan malam Madrid menjadi akrab bagi Anna. Sering  terlihat mereka bergabung dengan para botellon. Bersama-sama menikmati hangatnya minuman keras. Tak jarang tercium bau asap cannabis (ganja) dari mulut para “porro” (pecandu). Bottellon, kadang sangat mengganggu. Kaum muda madrilènes tidak hanya puluhan, tapi kadang mencapai ratusan orang. Polisi datang untuk mengusir mereka.
 Namun, sebagai “orang terkenal” Munoz tidak bisa seenaknya menyusuri Madrid. Mereka akhirnya memilih Barcelona sebagai tempat untuk mengekspresikan cintanya. Dengan mobil sport milik Munoz, perjalanan Madrid-Barcelona serasa penuh kenangan. Semuanya masih agak kaku, meski dalam hati Anna ingin memeluk dan mencium Munoz.
 Barcelona, kota terpadat setelah Madrid terkesan sangat erotis. Kota ini memiliki pantai yang indah, berbatasan dengan Prancispemandangan yang tidak dapat dijumpai di Madrid yang hanya terkungkung daratan. Barcelona juga rival Madrid dalam arti sebenarnya. Sebagian besar warganya lebih merasa sebagai penduduk Catalonia dari pada sebagai warga Spanyol. Munozpun harus berhati-hati karena merekapun tidak menyukai orang-orang Madrid !
 Sengaja Munoz memilih check-in di hotel sekitar La Barcelonita. Pantainya pernah menjadi pantai terbaik di dunia. Bar dan restaurant tak sulit dijumpai sepanjang jalan. Muntoz terlihat sedikit cape setelah menyetir lama. Malam pertama mereka habiskan di restaurant. Menikmati sebotol wine ditemani alioli tapas. Tapas (appetizer) roti yang dilumuri alioli, minyak khas Catalan bercampur garlic (bawang putih), di samping menu lainnya.
“Si es usted ok ( kamu baik-baik saja) ?” Tanya Munoz. Anna tersipu, ternyata Munoz begitu memperhatikannya. “Estoy bien (aku tidak apa-apa)”, Jawab Anna. “Esta comida es muy deliciosa (makanan ini sangat enak),”Lanjutnya. Munoz tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya. “Gracias(terima kasih untuk kebaikanmu),”ucap Anna. “Thanks for you too,” Jawab Munoz dengan terbata.
Malam semakin larut. Munoz membawa Anna ke hotel. “Tengo une reserve (Saya sudah memesan kamar),” Ucap Munoz pada sang reseptionist. “ A nombre de qui (Atas nama siapa)?” Carloz Munos. “Senior Munoz. Su habitachi cinco-cero-quatro (Ini kunci kamar anda 504).” Ucap resepsionist. “Muchas gracias (terimakasih),”Ucap Munoz.
 Dan Anna pun melakukan hal yang sama. Keduanya memang tinggal di kamar yang terpisah. Sebelum berpisah, Munoz mencium tangan Anna. Kemudian berkata “Good night Anna.” Annapun membalasnya,” Good night Munoz…..”.  Anna menyandarkan diri pada diding kamar, betapa Munoz sangat mempesona dalam pandangannya.
*******

Hari ke tiga, mereka berkesempatan menikmati hangatnya pantai setelah hari sebelumnya Barcelona dirundung mendung. Pohon palem berderet di sepanjang pantai, mengantikan nyiur yang sering dijumpai di daerah tropis. Kamar kubus besi bercat coklat, terlihat miring. Kamar-kamar itu bagai tumpukan kardus yang diberi korden berdiri menantang lautan.
Anna menggunakan bikini dan panty jingga serasi dengan kulitnya yang putih. Lekuk tubuhnya terlihat sangat mempesona. Sementara itu, Munoz bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek dengan motif bunga, terkesan santai. Namun tubuhnya yang athletis, dengan kalung emas berbandul salib. Membuat orang berfikir dua kali untuk mengganggu. Dalam hati keduanya saling mengagumi fisik satu sama lain.
********

Malam di nightclub Barcelona. Berdua mereka memasuki club dengan membayar 15 Euros per orang dengan sekali welcome drink gratis.  Irama music menghentak dari sajian live yang selalu berganti. Gadis-gadis berpakaian sexy tersenyum menatap Munoz yang berpakaian ketat memamerkan gurat ototnya. Gadis-gadis itu mengerling sambil mempermainkan jemari coba menggoda. Kemudian mereka terdiam saat sadar Anna memperhatikan tingkah mereka.
Munoz selalu menawan. Membimbing Anna menikmati alunan Salsa. Tatap mata Munoz tajam tak mau lepas. Anna tak kuat menahannya, kadang ia harus menundukkan wajahnya. Memandangi kaki-kaki Munoz yang lincah. Anna memekik kecil, ketika tangan nakal Munoz mengusap pangkal pahanya. Sesaat kemudian, tangan itu bergerak memeluk pinggangnya. Beruntung nightclub bersuasana remang-remang, meski sesekali sorot warna-warni laser lights menyapu wajahnya.
Alunan music Salsa membuat Anna serasa gila. Riuh trombone dan timbales sangat dominan. Sesekali terdengar pula iring tepuk tangan dari para pengiringnya. Sang penyanyi menyanyikan lagu memuja negara-negara Amerika Latin, tempat kelahiran salsa.  Anna terus memegang erat Munoz, seakan takut terlempar.
  Selepas clubbing, pengaruh alcohol membuat Anna tak merasakan dinginnya malam. Berdua mereka berjalan menuju hotel. Munoz memeluk Anna yang terhuyung agar tidak jatuh. Segera Munos membantu Anna membukakan kamarnya. “Good night Anna,” ucap Munoz. Namun tanpa sengaja, tangan Anna terus memegang tangan Munoz seolah tak mau melepaskan. Dua pasang bola mata itu saling menatap.
  Pengaruh alcohol memanaskan darah Munoz. Tatapan mata itu makin mempercepat momentum curie temperature. Ferrum (zat besi) yang ada dalam tubuh keduanya menjadi ferromagnetic (material magnet yang berasal dari besi). Tak kuasa mereka menahan daya saling menarik dari dua kutub yang berbeda: Laki-laki dan perempuan.
 Dipeluknya Anna, kemudian diciumnya bibir gadis itu. Anna hanya terdiam ketika tangan Munoz melucuti lingerie hitamnya. Dalam keadaan setengah sadar, coba Anna memberikan semua yang Munoz harapkan. Ingin Anna melebur dalam tubuh Munoz. Sama seperti Munoz yang berusaha meleburkan semuanya pada dirinya.
  Kamar itu bagaikan pentas di Las Ventas. Sedang Anna terombang-ambing bak cape merah. Sementara Munoz tidak sesabar El Matador. Muntoz tak ubahnya bagai  Toros, sang banteng itu sendiri. Hingga akhirnya keduanya saling berkatup erat, sama seperi ferromagnetic yang memiliki daya tarik lebih kuat dari material magnet lainnya.
********


No comments:

Post a Comment